PEMILU 2019 telah selesai dilaksanakan, di tengah riuh dan gempitanya perhelatan 5 tahunan tersebut ternyata meninggalkan begitu banyak catatan buruk. Salah satunya masih maraknya praktek politik uang atau biasa dikenal money politik yang dilakukan secara sengaja oleh oknum caleg tertentu untuk memuluskan langkah mereka dalam mendapatkan kursi.
Pada 1 Oktober 2019, Calon Anggota Legislatif Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia terpilih Nomor Urut 5 yang berasal dari Partai Gerindra dengan daerah pemilihan Provinsi Sumatera Utara (Sumut 1) meliputi Kota Medan, Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Serdang Bedagai, dan Kota Tebing Tinggi berinsial “MH” telah dilantik menjadi Anggota Dewan yang terhormat, terindikasi kuat telah melakukan money politik dengan cara membagikan sejumlah uang kepada pemilih agar memilih dirinya, sebut sumber yang layak dipercaya.
“Berawal dari laporan masyarakat yang kami terima didukung dengan informasi dan bukti-bukti yang terukur, kami mendapati fakta bahwa praktek politik uang atau money politik, patut diduga telah dilakukan oleh MH dengan nilai yang cukup fantastis yakni mencapai Rp. 4.000.000.000,- (empat miliar rupiah),” kata sumber.
Adapun modus operandi yang dilakukan MH dilakukan dengan memberikan sejumlah uang dengan bukti kuitansi pengeluaran uang kepada sejumlah tim yang ditunjuk dan menggerakkan sejumlah tim tersebut ke darah pemilihan untuk kemudian uang tersebut dapat diberikan kepada masyarakat dan mengarahkan untuk dapat mencoblos dirinya.
Anehnya praktek money politik tersebut tidak hanya dilakukan oleh MH ketika sebelum pemilihan umum berlangsung, namun secara terstruktur dan sistematis dilakukan sejak lebih dari 6 bulan sampai dengan hari “H” (17 April 2019) pencoblosan.
Masih berasal dari narasumber, diketahui bahwa MH merupakan debutan dalam kancah dunia perpolitikan negeri ini. Sebelumnya MH merupakan pedagang/penjual grosir kain gorden Toko Bina Mulia di Jalan Guanzo, Medan. Berkat kegigihannya dalam menjalankan bisnisnya hingga MH kini bertransformasi menjadi pengusaha sukses di bidang tekstil dan pakaian serta merupakan pembina pada salah satu Pondok Pesantren yang terdapat di wilayah Sumatera Utara.
Tak hanya itu, hebatnya dalam kesempatan pertamanya maju dalam kontestasi pemilihan umum legislatif ini, MH secara meyakinkan langsung lolos dengan jumlah capaian suara yakni sekitar 50.000 (lima puluh ribu) suara yang cukup mengantarkan MH duduk nyaman di kursi Senayan. Namun sayang sejumlah prestasi dan kehebatannya tersebut ternyata diduga didapat dari hasil money politik.
Berdasarkan data yang diterima, diketahui MH masih menyimpan sejumlah daftar kekayaan yang dimiliki baik yang terdapat di bank luar negeri dan harta benda lainnya serta diduga dengan sengaja tidak memasukkan atau melaporkan semua daftar harta kekayaan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KP) dan institusi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang berwenang dalam penerimaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggaran Negara (LHKPN).
Merujuk hal tersebut, patut diduga bahwa MH tidak memiliki itikad baik dan memuluskan segala cara untuk dapat membeli suara rakyat dengan cara-cara yang bertentangan dengan hukum. Sejumlah rekapitulasi, foto, kwitansi dan dokumen lainnya telah dihimpun dan diterima oleh tim media yang dibentuk.
Dengan penuh itikad baik, tim media juga telah menghubungi berkali-kali yang bersangkutan untuk meminta klarifikasi serta tanggapan terhadap informasi dan data yang telah diterima. Namun sayangnya, sampai dengan berita ini diturunkan MH memilih diam, menghindar dan tidak mengklarifikasi apapun sehubungan dengan berita ini.
Sikap ini tentunya bukan merupakan cerminan wakil rakyat yang terbuka menerima saran, kritikan, masukan bahkan aspirasi dari masyarakat. Sangat disayangkan, apabila ternyata informasi ini kemudian adalah benar adanya, maka jeratan hukum bahkan sanksi sosial serta kursi empuk tersebut menjadi wajib dilepas.
Sebagai informasi, merujuk Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 pasal 515 mengatur sanksi tegas terhadap pelaku politik uang yang selanjutnya dikutip sebagai berikut: “Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah)”. TIM – JAKARTA